
Sejarah Gerakan Mesionaris diDunia Islam 8
Memburuknya hubungan antara para penganut Kristen dengan gereja di negara-negara Barat selama tahun-tahun terakhir ini, menunjukkan peningkatan. Wartawan United Press dalam laporannya mengenai penurunan jumlah penganut Kristen menulis, “Pada tahun 1975, delapan juta orang di Inggris menjadi anggota gereja. Angka ini pada tahun 1992, menurun hingga 6,7 juta orang. Pada tahun 2005, diramalkan akan menurun hingga 5,7 juta orang. Dari sisi ini, Inggris berada dalam posisi kedua setelah Belanda. Menurut mingguan Spiegel Jerman, jumlah pengikut gereja Katolik dan Protestan juga menurun. Di Italia, harian La Republica yang menukil Franco Garti, sosiolog negara ini menulis, jumlah orang Kristen di Italia telah menurun. Ada sekelompok Kristen namun mereka tidak menjalankan aturan agama atau tidak mengakui akhirat. Mereka ini menyebabkan goncangan iman seseorang dan pada akhirnya mengurangi pemeluk agama.”
Pada saat di dunia Kristen jumlah pengikutnya semakin berkurang, jumlah misionaris yang dikirimkan ke negara-negara Islam malah semakin meningkat. Tujuan politik dan budaya memiliki peran penting dalam kehadiran para misionaris ke negara-negara Islam. Tujuan ini semakin penting bagi mereka karena ketidakberhasilan mereka di negara-negara Barat.
Sebagaimana kita ketahui, periode penyebaran ajaran Kristen oleh Isa Al-Masih relatif pendek. Oleh karena itu, ketika Isa Al-Masih diangkat Allah naik ke langit, pengikutnya tidaklah banyak. Namun, para pengikut Nabi Isa a.s. yang dalam sejarah dikenal sebagai kaum Hawariyun meneruskan penyebaran ajaran-ajaran beliau.
Bertahun-tahun setelah mi’rajnya Nabi Isa Al-Masih, ajaran beliau belum ada yang dibukukan. Kitab suci Injil yang terdiri dari perjanjian baru dan perjanjian lama baru dibukukan secara lengkap pada akhir abad ke-4 Masehi. Oleh karena itu, menurut Robert Hume, penulis buku “Agama-Agama Dunia” , “Dunia Kristen sampai sekarang masih belum sepakat mengenai apa saja yang benar-benar merupakan isi dari kitab suci Kristen.”
Perlu disebutkan pula bahwa kitab suci terdiri dari berbagai risalah yang berbeda dan tidak mengandung keteraturan, urutan, dan keserasian dalam penempatan berbagai risalah tersebut. Wyncken, ilmuwan kontemporer Jerman dan ahli teologi pernah menulis, “ Adalah hal yang menakjubkan bahwa sekumpulan tulisan yang tidak sejenis dalam bentuk satu kesatuan, yang ada di antara masyarakat, dinamakan buku kalam Ilahi.”
Pada abad ke-19, dilakukan penelitian dan penelaahan terhadap kitab Perjanjian Lama dan Baru dan ditemukan berbagai kesalahan ilmiah, sejarah, dan lain-lainnya. Hal ini membuat sebagian penganut Kristen, di antaranya Richard Bush, penulis buku “Dunia Relijius, Agama dalam Masyarakat Dewasa Ini”, menulis, “Dewasa ini, sebagian besar umat Kristiani meyakini bahwa dalam kitab suci mereka terdapat kesalahan kata-kata.” Kitab suci Kristen mengandung nilai-nilai ketuhanan, namun, bukanlah benar-benar kata-kata Tuhan. Oleh karena itu, memiliki berbagai kesalahan yang mengundang keingintahuan dari para realis dan orang-orang yang penuh keingintahuan, yang tidak bisa dijawab.
kini kami akan melanjutkan pembicaraan dengan meninjau aktivitas misionaris di Tajikistan. Tajikistan adalah salah satu negara di Asia Tengah. Setelah keruntuhan Uni Soviet, berbagai delegasi misionaris berdatangan ke Tajikistan dan sebagian besarnya berkedok di balik pelayanan sosial dan kesehatan. Karena kondisi ekonomi dan sosial yang kurang baik di negeri itu, para misionaris berharap bisa menarik perhatian penduduk dengan memberikan bantuan pengobatan. Mereka beranggapan bahwa dokter adalah kedok yang paling baik dipakai untuk melaksanakan aktivitas misionarisnya di Tajikistan. Karena, para dokter bisa berhubungan dengan segala lapisan masyarakat daan dengan demikian dia bisa menyebarkan pemikirannya di tengah-tengah masyarakat. Pada misionaris berkeyakinan bahwa para dokter adalah Injil hidup karena mereka mampu menarik orang-orang sekitarnya untuk memeluk Kristen atau minimalnya memberi pengaruh ajaran Kristiani yang mendalam ke dalam jiwa orang-orang di sekitarnya.
Oleh karena itu, salah satu metode para misionaris adalah mendirikan rumah sakit-rumah sakit, panti asuhan anak yatim, dan pusat-pusat bantuan sosial di berbagai kawasan miskin. Baru-baru ini, gereja di kota Dusyanbe, ibu kota Tajikistan, mengundang penduduk untuk datang agar mendapatkan perawatan gratis. Namun, di sana, para dokter menyebarkan ajaran Kristen dengan cara membacakan doa sebelum memeriksa pasien. Kelompok misionaris yang berkedok dokter ini berkebangsaan Korea namun mendapat perlindungan dari Amerika. Mereka juga menjalankan aktivitas misionaris mereka melalui penerbitan di Tajikistan dengan kedok kemanusiaan.
Penggunaan media massa seperti surat kabar, buku-buku, stasiun televisi dan radio serta pembuatan film sinema, merupakan salah satu cara untuk menyebarkan ajaran Kristiani. Mingguan Tajikistan dalam laporan khususnya mengenai film-film yang menyebarkan ajaran Kristen, menulis, “Tujuan film ini adalah untuk menarik kaum muda muslim Tajikistan ke dalam agama Kristen. “ Mengenai hal ini pula, sebuah majalah misionaris “Religious Broadcasting” pada bulan Januari 1996 menulis mengenai sebuah program besar bernama “Kehidupan Baru di Tahun 2000”. Di antara tujuan program ini adalah mengirimkan sekelompok ke seluruh dunia untuk mengubah keyakinan dan kepercayaan agama masyarakat dan menyebarkan tujuan-tujuan misionaris mereka.
Tabligh atau penyebaran ajaran kebenaran sebuah agama haruslah dilakukan dengan kejujuran dan menggunakan cara-cara yang benar dan logis. Namun, para misionaris Kristen dalam aktivitas mereka di negara-negara muslim amat jauh dari hal ini. Salah satu dari metode yang mereka pakai dalam menyebarkan akidah mereka adalah dengan melakukan konstekstualisasi pemikiran objek misionaris dengan Injil. Dengan cara ini, mereka menyembunyikan permusuhan mereka terhadap Islam dan sebaliknya mereka berusaha berperilaku sesuai dengan ajaran Islam bahkan ritual agama mereka dilakukan dengan cara Islam. Misalnya, mereka menggunakan pakaian yang serupa dengan pakaian orang Islam dan menghindari makanan-makanan yang diharamkan dalam agama Islam.
Dalam masalah ini, seorang penulis Pakistan bernama Imtiyaz Zafar menulis sebuah makalah berjudul “Pandangan Misionaris Pada Abad ke-20”. Menurutnya, para misionaris menggunakan metode baru yang mengajarkan ajaran Kristen dalam bentuk Islami. Gereja mereka dinamakan sebagai Masjid Isa dan mereka membaca Injil lima kali sehari sebagaimana orang Islam shalat lima kali sehari semalam. Mereka bahkan juga melakukan sujud seperti orang Islam bersujud dalam shalat.
Imtiyaz Zafar dengan mengutip ucapan Phill Marshal, seorang misionaris, menulis bahwa misionaris mengajarkan ayat-ayat Injil yang cocok untuk dibaca dalam shalat. Dengan cara ini, shalat umat Islam akan mengandung nilai Injil. Selain itu, para misionaris juga dianjurkan untuk menjauhi makan daging babi dan minum alkohol.
Beberapa waktu yang lalu, sebuah surat kabar Kirkizistan menulis bahwa para misionaris telah memanfaatkan ketidakwaspadaan dan keluguan masyarakat untuk menyebarkan ajaran yang tidak mereka kenal. Surat kabar Urkintar juga menulis sebagai berikut. “Beberapa hari sebelumnya, seorang warga negara Amerika di provinsi Narin menyebarkan ajaran agama yang menurut para ahli lokal, merupakan campuran dari ajaran Hindu, Kristen, Syimani, dan Islam. Ajarannya ini bisa menyelewengkan seorang muslim yang kurang pengetahuan. Misionaris Amerika yang bernama Richard Hewitt selama tiga bulan melakukan aktivitas misionaris secara sembunyi-sembunyi dan menyebarluaskan pemikirannya dalam tulisan yang mirip seperti buku Salman Rushdi. Setelah diusir dari Uzbekistan, dia lalu datang ke sebuah daerah pegunungan di Kirkizistan.
Dewasa ini, di Amerika ada ratusan lembaga agama yang melakukan ritual yang saling berbeda satu sama lain. Lembaga-lembaga yang sebagiannya mendapatkan dukungan dana yang besar dari pemerintah Barat ini mengirimkan orang-orangnya ke berbagai penjuru dunia untuk menyebarkan akidah mereka. Sekte “Kesaksian Yehovah” adalah salah satu di antara lembaga tersebut yang didirikan di Pensylvania Amerika, pada akhir abad ke-19. Sekte ini menyebarkan orang-orangnya di berbagai negara, terutama di Asia Tengah dan menjalankan aktivitas misionaris di sana. Sekte ini memiliki dana yang sangat besar dan mendapatkan perlindungan politik dari pemerintah Amerika. Bahkan, Kementrian luar negeri AS dalam laporan tahunannya tahun 2001 menekankan masalah penyelesaian masalah yang berhubungan dengan sekte ini.
“Aktivitas mencurigakan dalam kedok agama” merupakan bahaya yang membuat berkali-kali disampaikan oleh para pejabat agama dan politik negara-negara Asia Tengah setelah keruntuhan Uni Soviet. Para pemuda di kawasan ini menjadi sasaran utama gerakan misionaris Barat tersebut. Beberapa waktu yang lalu, mingguan Zaman terbitan Kazakhstan memberitakan tentang meningkatnya aktivitas misionaris di tengah rakyat negara ini. Mingguan ini menulis, “Beberapa kelompok misionaris di kota Almati melakukan aktivitas mereka dengan amat giat, khususnya di tengah-tengah para pemuda.
Metode misionaris untuk menarik perhatian para pemuda sangatlah beragam. Di antaranya adalah dengan mendirikan pusat pendidikan bahasa Barat. Dalam pusat pendidikan ini, para misionaris melalui materi-materi pelajaran menyebarkan kebudayaan Barat dan pemikiran agama mereka. Dalam masalah ini, Shataliah, seorang pendeta Perancis dalam sebuah majalah propaganda agama “Le Monde Musulman” (Dunia Islam) menulis, “Tidak diragukan lagi, para misionaris kita hingga kini masih belum berhasil membuat kaum muslimin berada di bawah pengaruh kita. Untuk mencapai tujuan ini, kita bisa memanfaatkan penyebaran bahasa-bahasa Eropa. Melalui bahasa-bahasa Eropa tersebut, pemikiran Eropa bisa disebarluaskan. Selain itu, dunia Islam bisa berhubungan dengan media massa Eropa dan dengan jalan itulah organisasi-organisasi misionaris bisa mencapai tujuannya untuk merusak pemahaman Islam di kalangan umat muslim.”
Jalan lain yang digunakan untuk menarik kaum muda di Asia Tengah adalah dengan membentuk klub-klub dan pusat-pusat olahraga serta hiburan. Pusat-pusat olahraga dan hiburan ini aktif di bidang budaya dan sosial namun diatur dengan pemikiran misionaris. Pusat-pusat yang sebagiannya berada di bawah nama “Perkumpulan Muda” atau “Organisasi Pemuda” ini melakukan berbagai kegiatan seperti tur atau konferensi mahasiswa dan pertandingan olahraga untuk menarik perhatian kaum muda. Cornelius Botton, penulis buku “Aktivitas Misionaris Gereja” menulis, “Peran perkumpulan-perkumpulan itu dalam memajukan gereja adalah dengan berusaha mempengaruhi para mahasiswa dan pemikir di kota-kota. Perkumpulan ini melalui pengaruhnya dalam kehidupan sosial dan olahraga, bisa mengajak beberapa orang ke dalam ajaran Kristen. Hal ini akan sulit dilakukan oleh para misionaris secara perorangan.Lanjut Hal 9
Pada saat di dunia Kristen jumlah pengikutnya semakin berkurang, jumlah misionaris yang dikirimkan ke negara-negara Islam malah semakin meningkat. Tujuan politik dan budaya memiliki peran penting dalam kehadiran para misionaris ke negara-negara Islam. Tujuan ini semakin penting bagi mereka karena ketidakberhasilan mereka di negara-negara Barat.
Sebagaimana kita ketahui, periode penyebaran ajaran Kristen oleh Isa Al-Masih relatif pendek. Oleh karena itu, ketika Isa Al-Masih diangkat Allah naik ke langit, pengikutnya tidaklah banyak. Namun, para pengikut Nabi Isa a.s. yang dalam sejarah dikenal sebagai kaum Hawariyun meneruskan penyebaran ajaran-ajaran beliau.
Bertahun-tahun setelah mi’rajnya Nabi Isa Al-Masih, ajaran beliau belum ada yang dibukukan. Kitab suci Injil yang terdiri dari perjanjian baru dan perjanjian lama baru dibukukan secara lengkap pada akhir abad ke-4 Masehi. Oleh karena itu, menurut Robert Hume, penulis buku “Agama-Agama Dunia” , “Dunia Kristen sampai sekarang masih belum sepakat mengenai apa saja yang benar-benar merupakan isi dari kitab suci Kristen.”
Perlu disebutkan pula bahwa kitab suci terdiri dari berbagai risalah yang berbeda dan tidak mengandung keteraturan, urutan, dan keserasian dalam penempatan berbagai risalah tersebut. Wyncken, ilmuwan kontemporer Jerman dan ahli teologi pernah menulis, “ Adalah hal yang menakjubkan bahwa sekumpulan tulisan yang tidak sejenis dalam bentuk satu kesatuan, yang ada di antara masyarakat, dinamakan buku kalam Ilahi.”
Pada abad ke-19, dilakukan penelitian dan penelaahan terhadap kitab Perjanjian Lama dan Baru dan ditemukan berbagai kesalahan ilmiah, sejarah, dan lain-lainnya. Hal ini membuat sebagian penganut Kristen, di antaranya Richard Bush, penulis buku “Dunia Relijius, Agama dalam Masyarakat Dewasa Ini”, menulis, “Dewasa ini, sebagian besar umat Kristiani meyakini bahwa dalam kitab suci mereka terdapat kesalahan kata-kata.” Kitab suci Kristen mengandung nilai-nilai ketuhanan, namun, bukanlah benar-benar kata-kata Tuhan. Oleh karena itu, memiliki berbagai kesalahan yang mengundang keingintahuan dari para realis dan orang-orang yang penuh keingintahuan, yang tidak bisa dijawab.
kini kami akan melanjutkan pembicaraan dengan meninjau aktivitas misionaris di Tajikistan. Tajikistan adalah salah satu negara di Asia Tengah. Setelah keruntuhan Uni Soviet, berbagai delegasi misionaris berdatangan ke Tajikistan dan sebagian besarnya berkedok di balik pelayanan sosial dan kesehatan. Karena kondisi ekonomi dan sosial yang kurang baik di negeri itu, para misionaris berharap bisa menarik perhatian penduduk dengan memberikan bantuan pengobatan. Mereka beranggapan bahwa dokter adalah kedok yang paling baik dipakai untuk melaksanakan aktivitas misionarisnya di Tajikistan. Karena, para dokter bisa berhubungan dengan segala lapisan masyarakat daan dengan demikian dia bisa menyebarkan pemikirannya di tengah-tengah masyarakat. Pada misionaris berkeyakinan bahwa para dokter adalah Injil hidup karena mereka mampu menarik orang-orang sekitarnya untuk memeluk Kristen atau minimalnya memberi pengaruh ajaran Kristiani yang mendalam ke dalam jiwa orang-orang di sekitarnya.
Oleh karena itu, salah satu metode para misionaris adalah mendirikan rumah sakit-rumah sakit, panti asuhan anak yatim, dan pusat-pusat bantuan sosial di berbagai kawasan miskin. Baru-baru ini, gereja di kota Dusyanbe, ibu kota Tajikistan, mengundang penduduk untuk datang agar mendapatkan perawatan gratis. Namun, di sana, para dokter menyebarkan ajaran Kristen dengan cara membacakan doa sebelum memeriksa pasien. Kelompok misionaris yang berkedok dokter ini berkebangsaan Korea namun mendapat perlindungan dari Amerika. Mereka juga menjalankan aktivitas misionaris mereka melalui penerbitan di Tajikistan dengan kedok kemanusiaan.
Penggunaan media massa seperti surat kabar, buku-buku, stasiun televisi dan radio serta pembuatan film sinema, merupakan salah satu cara untuk menyebarkan ajaran Kristiani. Mingguan Tajikistan dalam laporan khususnya mengenai film-film yang menyebarkan ajaran Kristen, menulis, “Tujuan film ini adalah untuk menarik kaum muda muslim Tajikistan ke dalam agama Kristen. “ Mengenai hal ini pula, sebuah majalah misionaris “Religious Broadcasting” pada bulan Januari 1996 menulis mengenai sebuah program besar bernama “Kehidupan Baru di Tahun 2000”. Di antara tujuan program ini adalah mengirimkan sekelompok ke seluruh dunia untuk mengubah keyakinan dan kepercayaan agama masyarakat dan menyebarkan tujuan-tujuan misionaris mereka.
Tabligh atau penyebaran ajaran kebenaran sebuah agama haruslah dilakukan dengan kejujuran dan menggunakan cara-cara yang benar dan logis. Namun, para misionaris Kristen dalam aktivitas mereka di negara-negara muslim amat jauh dari hal ini. Salah satu dari metode yang mereka pakai dalam menyebarkan akidah mereka adalah dengan melakukan konstekstualisasi pemikiran objek misionaris dengan Injil. Dengan cara ini, mereka menyembunyikan permusuhan mereka terhadap Islam dan sebaliknya mereka berusaha berperilaku sesuai dengan ajaran Islam bahkan ritual agama mereka dilakukan dengan cara Islam. Misalnya, mereka menggunakan pakaian yang serupa dengan pakaian orang Islam dan menghindari makanan-makanan yang diharamkan dalam agama Islam.
Dalam masalah ini, seorang penulis Pakistan bernama Imtiyaz Zafar menulis sebuah makalah berjudul “Pandangan Misionaris Pada Abad ke-20”. Menurutnya, para misionaris menggunakan metode baru yang mengajarkan ajaran Kristen dalam bentuk Islami. Gereja mereka dinamakan sebagai Masjid Isa dan mereka membaca Injil lima kali sehari sebagaimana orang Islam shalat lima kali sehari semalam. Mereka bahkan juga melakukan sujud seperti orang Islam bersujud dalam shalat.
Imtiyaz Zafar dengan mengutip ucapan Phill Marshal, seorang misionaris, menulis bahwa misionaris mengajarkan ayat-ayat Injil yang cocok untuk dibaca dalam shalat. Dengan cara ini, shalat umat Islam akan mengandung nilai Injil. Selain itu, para misionaris juga dianjurkan untuk menjauhi makan daging babi dan minum alkohol.
Beberapa waktu yang lalu, sebuah surat kabar Kirkizistan menulis bahwa para misionaris telah memanfaatkan ketidakwaspadaan dan keluguan masyarakat untuk menyebarkan ajaran yang tidak mereka kenal. Surat kabar Urkintar juga menulis sebagai berikut. “Beberapa hari sebelumnya, seorang warga negara Amerika di provinsi Narin menyebarkan ajaran agama yang menurut para ahli lokal, merupakan campuran dari ajaran Hindu, Kristen, Syimani, dan Islam. Ajarannya ini bisa menyelewengkan seorang muslim yang kurang pengetahuan. Misionaris Amerika yang bernama Richard Hewitt selama tiga bulan melakukan aktivitas misionaris secara sembunyi-sembunyi dan menyebarluaskan pemikirannya dalam tulisan yang mirip seperti buku Salman Rushdi. Setelah diusir dari Uzbekistan, dia lalu datang ke sebuah daerah pegunungan di Kirkizistan.
Dewasa ini, di Amerika ada ratusan lembaga agama yang melakukan ritual yang saling berbeda satu sama lain. Lembaga-lembaga yang sebagiannya mendapatkan dukungan dana yang besar dari pemerintah Barat ini mengirimkan orang-orangnya ke berbagai penjuru dunia untuk menyebarkan akidah mereka. Sekte “Kesaksian Yehovah” adalah salah satu di antara lembaga tersebut yang didirikan di Pensylvania Amerika, pada akhir abad ke-19. Sekte ini menyebarkan orang-orangnya di berbagai negara, terutama di Asia Tengah dan menjalankan aktivitas misionaris di sana. Sekte ini memiliki dana yang sangat besar dan mendapatkan perlindungan politik dari pemerintah Amerika. Bahkan, Kementrian luar negeri AS dalam laporan tahunannya tahun 2001 menekankan masalah penyelesaian masalah yang berhubungan dengan sekte ini.
“Aktivitas mencurigakan dalam kedok agama” merupakan bahaya yang membuat berkali-kali disampaikan oleh para pejabat agama dan politik negara-negara Asia Tengah setelah keruntuhan Uni Soviet. Para pemuda di kawasan ini menjadi sasaran utama gerakan misionaris Barat tersebut. Beberapa waktu yang lalu, mingguan Zaman terbitan Kazakhstan memberitakan tentang meningkatnya aktivitas misionaris di tengah rakyat negara ini. Mingguan ini menulis, “Beberapa kelompok misionaris di kota Almati melakukan aktivitas mereka dengan amat giat, khususnya di tengah-tengah para pemuda.
Metode misionaris untuk menarik perhatian para pemuda sangatlah beragam. Di antaranya adalah dengan mendirikan pusat pendidikan bahasa Barat. Dalam pusat pendidikan ini, para misionaris melalui materi-materi pelajaran menyebarkan kebudayaan Barat dan pemikiran agama mereka. Dalam masalah ini, Shataliah, seorang pendeta Perancis dalam sebuah majalah propaganda agama “Le Monde Musulman” (Dunia Islam) menulis, “Tidak diragukan lagi, para misionaris kita hingga kini masih belum berhasil membuat kaum muslimin berada di bawah pengaruh kita. Untuk mencapai tujuan ini, kita bisa memanfaatkan penyebaran bahasa-bahasa Eropa. Melalui bahasa-bahasa Eropa tersebut, pemikiran Eropa bisa disebarluaskan. Selain itu, dunia Islam bisa berhubungan dengan media massa Eropa dan dengan jalan itulah organisasi-organisasi misionaris bisa mencapai tujuannya untuk merusak pemahaman Islam di kalangan umat muslim.”
Jalan lain yang digunakan untuk menarik kaum muda di Asia Tengah adalah dengan membentuk klub-klub dan pusat-pusat olahraga serta hiburan. Pusat-pusat olahraga dan hiburan ini aktif di bidang budaya dan sosial namun diatur dengan pemikiran misionaris. Pusat-pusat yang sebagiannya berada di bawah nama “Perkumpulan Muda” atau “Organisasi Pemuda” ini melakukan berbagai kegiatan seperti tur atau konferensi mahasiswa dan pertandingan olahraga untuk menarik perhatian kaum muda. Cornelius Botton, penulis buku “Aktivitas Misionaris Gereja” menulis, “Peran perkumpulan-perkumpulan itu dalam memajukan gereja adalah dengan berusaha mempengaruhi para mahasiswa dan pemikir di kota-kota. Perkumpulan ini melalui pengaruhnya dalam kehidupan sosial dan olahraga, bisa mengajak beberapa orang ke dalam ajaran Kristen. Hal ini akan sulit dilakukan oleh para misionaris secara perorangan.Lanjut Hal 9