Post

Sejarah Gerakan Mesionaris diDunia Islam 9

Surat kabar Wall Street Journal menuliskan laporan mengenai aktivitas kelompok-kelompok misionaris yang jumlahnya tak terhitung yang bertujuan untuk mengkristenkan kaum muslimin. Menurut suratkabar ini, gereja-gereja dengan mengirmkan misonaris-misionaris ke sebagian wilayah Afrika dan Asia telah berusaha untuk mengubah akidah umat Islam. Wall Street Journal menulis bahwa para penerbit telah mencetak banyak buku mengenai bagaimana cara menarik kaum muslimin. Buku ini dibuat sesuai perkembangan di kalangan muslim dan setiap babnya diberi nama sesuai dengan nama surat-surat dalam Al-Quran.
  Lebih jauh lagi, Wall Street Journal juga melaporkan bahwa para misionaris Amerika mengirimkan anggota-anggota mereka ke berbagai negara muslim dunia dengan berkedok sebagai guru, penerjemah, wakil perdamaian, atau pedagang. Orang-orang ini dengan menggunakan gereja atau lembaga-lembaga Kristen telah menjalin hubungan dengan masyarakat pribumi lalu berusaha membentuk kelompok-kelompok Kristen.
Salah satu negara muslim terpenting yang menjadi sasaran para misionaris adalah Turki. Karena letak geografisnya yang unik, yaitu berada di antara Eropa dan Asia, Turki memiliki posisi yang penting dan sensitif. Aspek geopolotik Turki yang penting itu membuat negara ini selalu menjadi perhatian negara-negara Eropa. Usaha negara-negara Barat untuk menanamkan pengaruh di Turki telah dimulai sejak periode pemerintahan Utsmani dan para misionaris memiliki peran besar dalam usaha ini.
Pada awal abad ke-19, kawasan-kawasan penting dunia seperi Asia Kecil, di antaranya Armenia dan Turki, selat Bosporus dan Dardanela, Timur Tengah, Mediterania, dan Makedonia, dikuasai oleh pemerintahan Utsmani. Di wilayah kekuasaan Utsmani yang amat luas itu, hidup para pengikut berbagai agama dan kondisi ini dimanfaatkan oleh para misionaris. Dengan dalih memberikan pengajaran agama kepada kelompok agama minoritas, para misionaris Barat memasuki wilayah Utsmani. Kemudian, sedikit demi sedikit, para misionaris menjalankan peran sebagai agen perluasan pengaruh negara-negara Barat yang mengirim mereka, di kalangan pemerintah negara muslim tersebut.
Pemerintah Inggris, Perancis, Rusia, dan Amerika adalah di antara negara-negara Barat yang memanfaatkan para misionaris untuk memperluas pengaruh mereka terhadap pemerintahan negara-negara muslim. Di samping mendirikan lembaga-lembaga agama, langkah pertama yang diambil oleh para misionaris ketika memasuki wilayah Utsmani adalah mendirikan yayasan pendidikan. Menjelang Perang Dunia Pertama tahun 1914, lebih dari 1300 yayasan Perancis, Inggris, dan Amerika aktif menjalankan kegiatan
mereka di berbagai pelosok wilayah Utsmani. Robert College adalah salah satu sekolah yang didirikan oleh misionaris pada tahun 1863 di kota Istambul. Sekolah ini dikelola oleh para misionaris Amerika. Menurut tulisan Athen Sezar, seorang penulis Turki, yayasan ini memiliki peran yang sangat besar dalam menggerakkan orang-orang Bulgaria untuk memisahkan diri dari kekuasaan Utsmani.
Yayasan-yayasan misionaris berperan untuk menciptakan perasaan kebanggaan etnis dan ras di tengah-tengah masyarakat dengan tujuan untuk meningkatkan pertentangan dan bentrokan di wilayah Utsmani. Dengan meningkatkannya fanatisme kesukuan dan ras, perasaan kesatuan di antara kaum muslimin di wilayah Utsmani kian menurun. Penciptaan perpecahan dan perselisihan serta melenyapkan keutuhan dan persatuan kaum muslimin, selalu menjadi salah satu tujuan para misionaris karena dengan cara inilah mereka bisa mencapai keinginan mereka di bidang politik, budaya, dan sosial.
Seorang pendeta bernama Simon menyatakan bahwa persatuan Islam adalah harapan bangsa-bangsa muslim yang sadar, dan dengan cara itu mereka berusaha keluar dari pengaruh Eropa. Masalah ini hanya bisa dicegah oleh program-program misionaris karena program-program itu menampilkan wajah Eropa dengan menarik dan bisa menghancurkan persatuan kaum muslimin.
Para misionaris dalam pengajaran di sekolah-sekolah mereka berusaha menampilkan wajah Eropa yang menarik ke dalam benak anak-anak muda muslim. Akibatnya, mereka melupakan sejarah bangsa mereka yang penuh kebanggaan. Menurut Kardinal Lavie Garry, “Tanpa diragukan lagi, agama yang paling kuat dan tidak bisa ditaklukkan adalah agama Islam. Oleh karena itulah para misionaris berharap agar seluruh kaum muslimin menjadi Kristen. Meskipun para misionaris juga menyebarkan ajaran mreka di kalangan Budha dan Hindu, namun tujuan asli mereka adalah kaum muslimin.”
Dengan tujuan untuk melemahkan pemerintahan Utsmani, aktivitas misionaris di kawasan ini semakin meningkat. Setiap kali pejabat politk Utsmani berencana untuk membatasi aktivitas misionaris Barat itu, mereka akan berhadapan dengan tekanan poltik pemerintah pelindung misionaris tersebut. Akhirnya mereka pun terpaksa mengambil langkah mundur. Kuat atau lemahnya pemimpin yang berkuasa di wilayah Utsmani akan mempengaruhi besarnya pengaruh misionaris dalam pemrintahan. Sebagai contoh bisa dilihat pada masa kepemimpinan Said Pasha di Mesir yang saat itu berada di bawah kekuasaan Utsmani. Karena kepemimpinannya yang lemah, dia disukai oleh para misionaris. Sebaliknya, ketika Ismail Pasha berkuasa, dia melarang segala aktivitas misionaris. Akibatnya, dia selalu menjadi sasaran celaan para misionaris dan mendapat tekanan dari negara-negara Barat.
 Dengan melemahnya pemerintahan Utsmani dan naiknya Kamal Attaturk ke tahta kekuasaan, para misionaris semakin bebas melaksanakan aktivitas mereka. Bahkan, sebagian kebijakan politik Attaturk sejalan dengan tujuan para misionaris. Misalnya, perintah Attaturk untuk mengubah huruf Turki dengan huruf Latin adalah upayanya untuk memotong hubungan kaum muslimin dengan warisan Islam yang kaya. Lebih jauh lagi, Attaturk bahkan menutup semua sekolah Islam di Turki dengan alasan penyeragaman kurikulum pendidikan di negara itu. Sebaliknya, pusat-pusat pendidikan
misionaris Barat diizinkan untuk terus beroperasi dan bahkan pada tahun 1930, sekolah-sekolah AS di Turki dibebaskan dari pajak. Sepeninggal Attaturk, kegiatan misionaris ini masih terus berlanjut dan mendapat tentangan keras dari masayarakat muslim Turki.
Pada masa pemerintahan Utsmani, para misionaris Barat merupakan salah satu alat untuk menyebarkan pengaruh pemerintahan Barat di wilayah itu. Mereka dengan berbagai metode berusaha untuk meningkatkan fanatisme kesukuan dan ras, serta menyebarkan perpecahan di antara rakyat sehingga memperlemah pemerintahan Utsmani yang merupakan satu-satunya pemerintahan di Eropa yang bermazhab resmi Islam ini. .
Setelah runtuhnya pemerintahan Turki Utsmani dan naiknya Kamal Attaturk, para misionaris semakin banyak dan bebas menjalankan aktivitasnya di negara ini. Kebijakan politik Ataturk yang memukul Islam sejalan dengan tujuan para misionaris. Penetapan hari Minggu sebagai hari libur yang mengantikan hari Jumat, mengganti huruf Arab dari bahasa negara ini dan menggantikannya dengan huruf latin, pembatalan penanggalan Hijriah dan menggantinya dengan penanggalan Masehi, adalah di antara langkah-langkah Attaturk dalam menyingkirkan nilai-nilai Islam dari tengah masyarakat Turki. Sebaliknya, Attaturk menyebarluaskan pengaruh kebudayaan Barat di negara itu. .
Secara umum, dewasa ini, politik Attaturk yang anti Islam masih dilanjutkan oleh sebagian pejabat negara ini, meskipun mendapatkan penentangan dari rakyat. Dengan kata lain, sebagian pejabat negara ini berusaha melemahkan budaya Islam di tengah masyarakat muslim Turki. Sejalan dengan itu, sebagian pejabat negara memberikan kebebasan kepada para misionaris untuk menjalankan aktivitas mereka. Meluasnya kegiatan misionaris Barat di Turki bahkan membuat dewan keamanan nasional negara ini mengganggapnya sebagai sebuah fenomena yang mengkhawatirkan. .
Berdasarkan laporan yang diungkapkan oleh Dewan Keamanan Nasional Turki, para misionaris selama tiga tahun, yaitu sejak tahun 1999 hingga 2001, telah menyebarluaskan tiga juta naskah Injil secara gratis di Tuki. Penyebaran Injil dalam jumlah yang amat besar itu membutuhkan dana yang besar pula. Berdasarkan laporan tersebut, selama satu tahun, di kota Istambul saja sudah 19 gereja yang didirikan. Hal yang menarik di sini adalah bahwa gereja-gereja itu didirikan di daerah-daerah yang tidak ada penduduk Kristennya. Para misionaris membeli atau menyewa unit-unit apartemen dan toko-toko, lalu menggunakannya sebagai tempat peribadatan ataupun gereja. Belum lama berselang, sementara para misionaris dengan bebas mengajarkan ajaran Kristen kepada para pemuda dan remaja di sekolah-sekolah, kelas-kelas pengajaran Quran malah diserang oleh oknum-oknum kepolisian. .
Dalam sebuah laporan resmi disebutkan bahwa tujuan utama para misionaris lebih jauh dari sekedar menyebarkan ajaran agama. Tujuan utama mereka adalah memecah-belah Turki. Dalam usahanya ini, salah satu kegiatan para misionaris adalah menciptakan perpecahan antara bangsa Turk dan Kurdi. Para misionaris di tenggara Turki menyebarluaskan Injil dalam bahasa Kurdi dan menggerakkan rakyat Kurdi untuk menuntut agar bahasa Kurdi digunakan dalam pengajaran di sekolah-sekolah dan menyebarluaskan program dalam bahasa Kurdi. .
Hubungan Partai Komunis Kurdi (KDK), yang sebelumnya bernama Partai Buruh Kurdi (PKK), dan gerakan separatis Kurdi dengan gereja adalah sebuah fakta yang harus diperhatikan. Sejak tahun 1983, gereja memiliki hubungan erat dengan kelompok-kelompok separatis. Perlu disebutkan pula bahwa gerakan separatis pertama yang terjadi di tenggara Anatolis pada tahun 1962, didalangi oleh para pakar AS yang terkait dengan gereja-gereja Katolik dan Anglikan. .
Untuk mencapai tujuan politik dan budayanya, para misionaris Barat di Turki menggunakan metode yang berbeda-beda. Misionaris yang beraktivitas di tengah masyarakat fakir menipu masyarakat dengan tawaran kerja dan janji pemberian uang Sebaliknya, para fakir miskin itu diminta untuk mengenakan pakaian Kristiani.
Majalah Aidin Lik terbitan Turki, beberapa waktu yang lalu menyebutkan tentang adanya sebuah buku terbitan New York yang berisi "metode-metode misionaris Prostestan”. Dalam buku ini, secara jelas dituliskan bahwa lokasi terpenting aktivitas misionaris adalah negara-negara Arab dan Islam. Kepada para misionaris, buku ini menuliskan pesan sebagai berikut. "Peluang terbaik bagi kita adalah di negara-negara yang baru lepas dari perang dan kondisinya diliputi kehancuran, kelaparan, dan standar hidup yang rendah. Daerah terbaik untuk menyebarkan agama adalah di pinggiran kota. Jika diperlukan, orang-orang yang tinggal di daerah-daerah seperti ini bisa dibeli.” .
Penggunaan radio, televisi, serta bioskop adalah salah satu metode yang biasa dipakai para misionaris. Berdasarkan sebuah laporan penelitian pada tahun 1993, di antara film-film yang ditayangkan di televisi pemerintah dan swasta di Turki, sebagiannya merupakan propaganda Kristen. Dalam film ini, para pastor atau penyebar ajaran Kristen selalu digambarkan sebagai orang berwajah bersih dan orang yang baik. Sebaliknya, dalam sebagian besar film-film buatan Turki yang selama ini ditayangkan, para ruhaniwan Islam digambarkan sebagai orang yang kepribadiannya tidak simpatik sehingga tidak bisa menarik perhatian para pemuda dan remaja.
Menurut juru bicara pers Patrik Khan Ortodoks, segala organisasi atau lembaga yang dibangun oleh misionaris selalu saja melayani kepentingan para imperialis. Imperialisme menggunakan para misionaris sebagai senjata dan oleh karena itu, misionaris amat berbahaya bagi Turki dan dunia. Lanjut Hal 10

Translate

© Copyright 2013 ujan tampear powered by Blogger |